Jumat, 29 Maret 2013

Kehidupan, Masa Runtuh, dan Peninggalan Kerajaan Ternate



A. KEHIDUPAN EKONOMI
            Tanah di Kepulauan maluku itu subur dan diliputi hutan rimba yang banyak memberikan hasil diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda banyak menghasilkan pala. Pada abad XIV, kerajaan Ternate mulai maju karena berkembangnya perdagangan rempah-rempah.1  Pesatnya perkembangan perdagangan keluar dari maluku mengakibatkan terbentuknya persekutuan.2

B. KEHIDUPAN SOSIAL
            Kedatangan bangsa Portugis di kepulauan Maluku bertujuan untuk menjalin perdagangan dan mendapatkan rempah-rempah. Bangsa Portugis juga ingin mengembangkan agama katholik. Sultan Sairun adalah tokoh yang paling keras melawan orang Portugis dan usaha Kristenisasi di Maluku. Tokoh missi Katholik yang pertama di Maluku ialah Fransiscus Zaverius tahun 1546 M, ia berhasil mengkhatolikkan sebagian dari penduduk Maluku.3
            Seperti sudah diketahui, bahwa sebagian dari daerah maluku terutama Ternate sebagai pusatnya, sudah masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak jarang perbedaan agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang Portugis untuk memancing pertentangan antara para pemeluk agama itu. Dan bila pertentangan sudah terjadi maka pertentangan akan diperuncing lagi dengan campur tangannya orang-orang Portugis dalam bidang pemerintahan, sehingga seakan-akan merekalah yang berkuasa.
            Setelah masuknya kompeni Belanda di Maluku, semua orang yang sudah memeluk agama Katholik harus berganti agama menjadi Protestan. Hal ini menimbulkan masalah-masalah sosial yang sangat besar dalam kehidupan rakyat dan semakin tertekannya kehidupan rakyat. Keadaan ini menimbulkan amarah yang luar biasa dari rakyat Maluku kepada kompeni Belanda. Di Bawah pimpinan Sultan Ternate, perang umum berkobar, namun perlawanan tersebut dapat dipadamkan oleh kompeni Belanda. Kehidupan rakyat Maluku pada zaman kompeni Belanda sangat memprihatinkan sehingga muncul gerakan menentang Kompeni Belanda.
1   Nur Huda, Islam Nusantara Ar-ruzz, tahun 2007, halaman 73.
2   Menurut Meilink-Roelofsz, 1962: 93-100, dalam kumpulan makah diskusi ternate sebagai Bandar di jalur sutra, mengatakan bahwa Ternate dan wilayah Maluku pada umumnya merupakan wilayah penghasil rempah-rempah paling utama yang antara lain menyebabkan wilayah tersebut juga menjadi ajang potensial pertarungan kepentingan hegemoni ekonomi, yang pada akhirnya bermuara pada pertarungan politik/militer.
3   Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam, tahun 2006, halaman 143.

C. KEHIDUPAN POLITIK
            Di kepulauan maluku terdapat kerajaan kecil, diantaranya kerajaan ternate sebagai pemimpin Uli Lima yaitu persekutuan lima bersaudara. Uli Siwa yang berarti persekutuan sembilan bersaudara. Ketika bangsa portugis masuk, portugis langsung memihak dan membantu ternate, hal ini dikarenakan portugis mengira ternate lebih kuat.  Bagaimanapun kehadiran para pedaganag Portugis di Ternate dirasakan kerajaan Ternate merugikan karena monopoli perdagangan sehingga kerap menimbulkan pemberontakan terhadap kedudukan Portugis di Ternate, terlebbih pada masa Antonio Galvao menjadi Gubernur Portugis di Maluku (1536-1540).
*  Sultan Khairun
            Untuk dapat memperkuat kedudukannya, portugis mendirikan sebuah benteng yang di beri nama Benteng Santo Paulo. Namun tindakan portugis semakin lama di benci oleh rakyat dan para penjabat kerajaan ternate. Oleh karena itu Sultan Khairun secara terang-terangan menentang politik monopoli dari bangsa portugis. Pada tahun 1565 Sultan Khairun dengan rakyatnya mengadakan penyerangan-penyerangan terhadap Portugis karena hampir terdesak pihak Portugis melakukan penipuan dengan dalih untuk mengadakan perundingan tetapi tternyata Sultan Khairun dibunuh tahun 1570 yang menebabkakn makin marahnya rakyat Ternate.4
* Sultan Baabullah
            Sultan baabullah (Putra Sultan Hairun) bangkit menentang portugis. Tahun 1577 M Portugis dapat dikalahkan dan meninggalkan benteng, menyingkir ke pulau dekat Tahulu tidak jauh dari Tidore, tetapi tetap diganggu oleh Ternate agar menyingkir dari tempat itu. Sultan Baabullah menyatakan dirinya sebagai penguasa seluruh Maluku bahkan mendapat pengakuan kekuasaannya samapai ke berbagai daerah Mindanao, Manado, Sangihe, dan daerah-daerah Nusa Tenggara. Sultan Baabullah wafat pada tahun1583, orang-orang Spanyol menyerang Ternate dan berhasil merebut benteng Gamulamu di Ternate tahun 1606.
*Sahid Barkat
       Sultan Ternate pada waktu itu Sahid Barkat ditangkap dan diminta agar menyerahkan semua benteng-benteng yang ada kepada sekutu, agar tawanan orang-orang Kristen dibebaskan, kemudian raja Ternate diasingkan dengan putra-putranya serta kaicil-kaicil dibawah Manila. muncullah VOC Belanda.


4   Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto (Peny). 1984. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka. Hal 76.
D. KEHIDUPAN BUDAYA
Ternate memiliki andil yang sangat besar dalam kebudayaan nusantara bagian timur khususnya Sulawesi (utara dan pesisir timur) dan Maluku.5 Pengaruh itu mencakup agama, adat istiadat dan bahasa.
Kedudukan Ternate sebagai kerajaan yang berpengaruh turut pula mengangkat derajat Bahasa Ternate sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah yang berada dibawah pengaruhnya. Prof E.K.W. Masinambow dalam tulisannya; “Bahasa Ternate dalam konteks bahasa-bahasa Austronesia dan Non Austronesia” mengemukakan bahwa bahasa Ternate memiliki dampak terbesar terhadap bahasa Melayu yang digunakan masyarakat timur Indonesia.6 Sebanyak 46% kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari bahasa Ternate. Bahasa Melayu – Ternate ini kini digunakan luas di Indonesia Timur terutama Sulawesi Utara, pesisir timur Sulawesi Tengah dan Selatan, Maluku dan Papua dengan dialek yang berbeda – beda. Dua naskah Melayu tertua di dunia adalah naskah surat sultan Ternate Abu Hayat II kepada Raja Portugal tanggal 27 April dan 8 November 1521 yang saat ini masih tersimpan di museum Lisabon – Portugal.

E. PERLAWANAN RAKYAT MALUKU DAN JATUHNYA TERNATE
Semakin lama cengkeraman dan pengaruh Belanda pada sultan-sultan Ternate semakin kuat, Belanda dengan leluasa mengeluarkan peraturan yang merugikan rakyat lewat perintah sultan, sikap Belanda yang kurang ajar dan sikap sultan yang cenderung manut menimbulkan kekecewaan semua kalangan. Sepanjang abad ke-17, setidaknya ada 3 pemberontakan yang dikobarkan bangsawan Ternate dan rakyat Maluku.7
·       Tahun 1635, demi memudahkan pengawasan dan mengatrol harga rempah yang merosot Belanda memutuskan melakukan penebangan besar-besaran pohon cengkeh dan pala di seluruh Maluku atau yang lebih dikenal sebagai Hongi Tochten, akibatnya rakyat mengobarkan perlawanan. Tahun 1641, dipimpin oleh raja muda Ambon Salahakan Luhu,


5  Ternate merupakan lintasan strategis migrasi-migrasi manusia dan budaya dari Asia Tenggara ke wilayah Melanesia dan Mikronesia, Oceania dan terus ke arah timur (Shutler dan Shutler, 1975:8-10) dalam kumpulan makalah diskusi Ternate sebagai Bandar di jalur Sutra, yang diikuti oleh perkembangan budaya wilayah timur sejak ribuan tahun lalu.
6     Prof E.K.W Masinambow, “Bahasa Ternate dalam konteks bahasa – bahasa Austronesia dan Non Austronesia”, dalam TERNATE BANDAR JALUR SUTERA.
7       file:///M:/SIM/ternate/Kesultanan_Ternate.htm, 29 Desember 2012.

puluhan ribu pasukan gabungan Ternate-Hitu-Makassar menggempur berbagai kedudukan Belanda di Maluku Tengah. Salahakan Luhu kemudian berhasil ditangkap dan dieksekusi mati bersama seluruh keluarganya tanggal 16 Juni 1643. Perjuangan lalu dilanjutkan oleh saudara ipar Luhu, kapita Hitu Kakiali dan Tolukabessi hingga 1646.
·       Tahun 1650, para bangsawan Ternate mengobarkan perlawanan di Ternate dan Ambon, pemberontakan ini dipicu sikap Sultan Mandarsyah (1648-1650, 1655-1675)  yang terlampau akrab dan dianggap cenderung menuruti kemauan Belanda. Para bangsawan berkomplot untuk menurunkan Mandarsyah. Tiga di antara pemberontak yang utama adalah trio pangeran Saidi, Majira dan Kalumata. Pangeran Saidi adalah seorang Kapita Laut atau panglima tertinggi pasukan Ternate, pangeran Majira adalah raja muda Ambon sementara pangeran Kalumata adalah adik sultan Mandarsyah. Saidi dan Majira memimpin pemberontakan di Maluku tengah sementara pangeran Kalumata bergabung dengan raja Gowa sultan Hasanuddin di Makassar. Mereka bahkan sempat berhasil menurunkan sultan Mandarsyah dari tahta dan mengangkat Sultan Manilha (1650–1655) namun berkat bantuan Belanda kedudukan Mandarsyah kembali dipulihkan. Setelah 5 tahun pemberontakan Saidi cs berhasil dipadamkan. Pangeran Saidi disiksa secara kejam hingga mati sementara pangeran Majira dan Kalumata menerima pengampunan Sultan dan hidup dalam pengasingan.
·       Sultan Muhammad Nurul Islam atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Sibori (1675-1691) merasa gerah dengan tindak-tanduk Belanda yang semena-mena. Ia kemudian menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa Mindanao, namun upayanya untuk menggalang kekuatan kurang maksimal karena daerah – daerah strategis yang bisa diandalkan untuk basis perlawanan terlanjur jatuh ke tangan Belanda oleh berbagai perjanjian yang dibuat para pendahulunya. Ia kalah dan terpaksa menyingkir ke Jailolo. Tanggal 7 Juli 1683 Sultan Sibori terpaksa menandatangani perjanjian yang intinya menjadikan Ternate sebagai kerajaan dependen Belanda. Perjanjian ini mengakhiri masa Ternate sebagai negara berdaulat.

Meski telah kehilangan kekuasaan mereka beberapa Sultan Ternate berikutnya tetap berjuang mengeluarkan Ternate dari cengkeraman Belanda. Dengan kemampuan yang terbatas karena selalu diawasi mereka hanya mampu menyokong perjuangan rakyatnya secara diam-diam. Yang terakhir tahun 1914 Sultan Haji Muhammad Usman Syah (1896-1927) menggerakkan perlawanan rakyat di wilayah-wilayah kekuasaannya, bermula di wilayah Banggai dibawah pimpinan Hairuddin Tomagola namun gagal. Di Jailolo rakyat Tudowongi, Tuwada dan Kao dibawah pimpinan Kapita Banau berhasil menimbulkan kerugian di pihak Belanda, banyak prajurit Belanda yang tewas termasuk Coentroleur Belanda Agerbeek, markas mereka diobrak-abrik. Akan tetapi karena keunggulan militer serta persenjataan yang lebih lengkap dimiliki Belanda perlawanan tersebut berhasil dipatahkan, kapita Banau ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Sultan Haji Muhammad Usman Syah terbukti terlibat dalam pemberontakan ini oleh karenanya berdasarkan keputusan pemerintah Hindia Belanda, tanggal 23 September 1915 no. 47, sultan Haji Muhammad Usman Syah dicopot dari jabatan sultan dan seluruh hartanya disita, beliau dibuang ke Bandung tahun 1915 dan meninggal disana tahun 1927. Pasca penurunan sultan Haji Muhammad Usman Syah jabatan sultan sempat lowong selama 14 tahun dan pemerintahan adat dijalankan oleh Jogugu serta dewan kesultanan. Sempat muncul keinginan pemerintah Hindia Belanda untuk menghapus kesultanan Ternate namun niat itu urung dilaksanakan karena khawatir akan reaksi keras yang bisa memicu pemberontakan baru sementara Ternate berada jauh dari pusat pemerintahan Belanda di Batavia. Dalam usianya yang kini memasuki usia ke-750 tahun, Kesultanan Ternate masih tetap bertahan meskipun hanya tinggal simbol belaka. Jabatan sultan sebagai pemimpin Ternate ke-49 kini dipegang oleh sultan Drs. H. Mudaffar Sjah, BcHk. (Mudaffar II) yang dinobatkan tahun 1986.

 

F. TINGGALAN ARKEOLOGI

            Peninggalan arkeologi yang kerajaan Islam Ternate pada dasarnya ada 3 kelompok, yaitu:8
1). Kompleks Istana, Masjid dan Makam Kesultanan Ternate
            Istana Kesultanan Ternate bergaya bangunan abad XIX, berlantai dua, menghadap ke arah laut, dikelilingi perbentengan terletak satu kompleks dengan masjid Jami’ Ternate, secara administratif terletak di Soa-Siu, Kelurahan Letter C, Kodya Ternate, Kabupaten Maluku Utara. Istana ini telah dipugar pada tahun anggaran 1978/1979-1981/1982 oleh Mendikbud Dr. Daoed Joesoef. Istana tersebut kini dialih fungsikan sebagai museum Kesultanan Ternate.9 Istana ini dikelilingi oleh perbentengan yang kini masih nampak sisa-sisa pondasinya. (Lihat Gambar I).
            Masjid jami’ Kesultanan Ternate juga terletak di kompleks istana, berdenah persegi, mengahadap ke timur, memiliki satu ruang utama beratap susun 7 tingkat. Masjid yang didirikan Sultan Hamzah ini berukuran 22.40 x 39.30 m dengan tinggi keseluruhan 21.74 m;


8   Dalam Kumpulan Makalah Diskusi oleh Hasan Muarif Ambary yang berjudul Persebaran dan Signifikasi Tinggalan Arkeologi di Ternate, Maluku Utara. Halaman 8, tahun 1997, yang dibukukan dengan judul Ternate sebagai Bandar di Jalur Sutra: Kumpulan MMakalah Diskusi.
9   TKS-Ditjenbud, 1995, halaman 29-33.
sedangkan menara berukuran 3 x 4.2 m dengan tinggi 21.74 m.10 atap masjid di topang 4 tiang dan 12 tiang pembantu. Masjid dikelilingi pagar tembok, dengan pintu gapura beratap gua susun. Gapura ini sekaligus berfungsi sebagai menara adzan.11 (Lihat Gambar II).
            Kompleks makam kesultanan ini terletak di belakang masjid Jami’ Ternate yang juga dikelilingi tembok yang ditiap sisi ukurannya tidak sama (utara, timur, selatan, dan barat masing-masing 65, 30, 655, dan 21 m). pada kompleks makam ini antara lain dimakamkan para raja Ternate yang memerintah antara abad XVIII-XX M, 1798-1943 M).
            Secara umum makam di kompleks ini dibedakan dalam makam tak berhias dan makam 




Gambar I: Majid Sultan Ternate
Sumber: Wikipedia, 2009
 




Gambar II: Istana Sultan Ternate
Sumber: Haluchard Vie, 2012

berhias. Ragam hias umumnya floralistik berciri susunan atau jalinan motif daun-daunan dari pohon dan cabang-cabangnya yang khas Ternate, yang sering dianggap berpola hias Polinesia.
Sultan Ternate yang dimakamkan disekitar masjid agung (Jami’) Ternate antara lain Sultan Muhammad Uthman wafat 1212 Hijriah (1728 M), Sultan Amiruddin Iskandar (wafat
 

10     Menurut Direktori masjid Bersejarah, Departemen Agama RI, Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan pembiaan Syari’ah, Jakarta tahun 2008. Masjid ini dibangun pada tahun 1606 Masehi pada masa pemerintahan Sultan Saidi Barakati, diatas lahan berukuran 76,70 x 62,45 Meter dan bangunan berukuran 22 x 22,5 meter. Pembangunan masjid dilanjutkan oleh sultan Mudafar dan diselesaikan oleh Sultan Hamzah pada tahu 1648 Masehi
11     IGN Anom dkk, 1991: 134.
1276 Hijriah/1850 M), Sultan Muhammad Ali (wafat 1226H/1881 M) dan beberapa makam sultan lainnya dari periode yang lebih muda.
2). Kompleks Makam di Bukit Foramadyahe
            Tokoh penting yang dimakamkan di kompleks ini, adalah Sultan Khairun dan Sultan Baabullah, yang baik jirat dan nisannya tidak berhias.
3). Koleksi museum Kesultanan Ternate
            Museum kesultanan merupakan bekas dari istana yang dialih fungsikan, di dalam museum ini menyimpan koleksi artefak atau relief yang berkaitan dengan eksistensi Kesultanan Ternate. Hasil penelitian tahun 1995, mengidentifikasi koleksi museum sebagai berikut:

Klasifikasi Koleksi Museum Kesultanan Ternate12

Kelompok Artefak
Nomor
Jenis Artefak
Ideofak
1
Al Quran
2
Tempat berdoa
1
Bendera atau panji-panji
2
Singgasana/mahkota dll.
3
Tongkat kebesaran
1
Pedang/tombak/senapan
2
Topi militer
3
Baju besi
4
Tameng/perisai

 
Ciri pokok yang menandai kerajaan dan elite Ternate adalah Emas. Koleksi Ternate baik yang di museum atau di simpan keluarga, berupa mahkota, giwang, anting-anting, baju, gelang dan masih banyak lagi. Selain itu juga dipamerkan koleksi yang berkaitan dengan administrasi kerajaan, seperti stempel kesultanan, alat tulis kuna, maklumat, surat-surat perjanjian dan sejumlah naskah, termasuk sebuah plakat yang ditempelkan pada pintu masuk

 

12 Dalam Kumpulan Makalah Diskusi Ternate sebagai Bandar di Jalur Sutera,  oleh Ambary dkk yang berjudul Persebaran dan Signifikasi Tinggalan Arkeologi di Ternate, Maluku Utara. Halaman 8, tahun 1997. Dikutip dari buku Ambary, Hasan Muarif, Sugeng Riyanto & Max. A. Manuputy. 1996. “Survei Arkeologi Islam di Ternate dan Tidore Provinsi,” MS, Ambon: Proyek Penelitian Purbakala Maluku.

istana.13
Setidaknya terdapat 11 maklumat yang dibuat oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang dikirim kepada Sultan Ternate, antara lain pemberitahuan mengenai pergantian Gubernur Jenderal, meninggalnya raja Willem III dan dilantiknya Ratu Wihelmina dan sebagainya. Yang penting dari maklumat itu adalah penyebutan secara lengkap nama dan gelar sultan Ternate yang dikirimi maklumat dimana nama dan gelar itu sering ditemukan pula terpahat pada nisan-nisan. Dari visi politik, penyebutan nama dan gelar dapat berkonotasi pengakuan otoritas.
Di museum ini juga menyimpan sejumlah naskah perjanjian atau kontrak-kotrak yang ditandatangani oleh Sultan Ternate dengan kongsi-kongsi dagang maupun perorangan. Dari kontrak-kontrak tersebut sultan menerima sejumlah kongsi atau uang sebagai salah satu sumber pemasukan Kesultanan. Salah satu perjanjian itu adalah kontrak yang ditandatangani Sultan Muhammad Uthman 27 Septembar 1902, yang mengijinkan sebuah maskapai dagang di Amsterdam untuk Maluku, dalam rangka eksplorasi mutiara dan perikanan di Teluk Banggai. Dokumentasi tersebut sekaligus membuktikan tentang otoritas Kesultanan Ternate dalam mengendalikan laut atau perairan Sulawesi.
Pada pintu depan istana, terdapat plakat beraksara Arab dan terjemahan dalam Bahasa Melayu, yang intinya mengenai pembangunan kompleks istana pada tanggal 30 1228 Hijriah atau sekitar 1871 M. Enam jilid Al Quran yang ditulis setempat, telah dihimpun oleh Tim Puslit Arkenas (Februari 1979) di Ternate, 2 diantaranya mencantumkan nama penyusunnya, salah satunya disusun oleh Fakih Shaleh Affirudin Abdulbaqi bin Abdullah al Adenani yang diselesaikan penyusunannya 7 Dzulkhaidah 1050 H/1640 M. sedangkan lainnya disusun oleh ulama setempat.14
Dari naskah pertama yang disebutkan itu, A. Cholid Sodrie memperoleh data:
a.    Selesai disusun 1050 H/1640 M.
b.    Penyusun diduga berasal/orang Aden.
c.    Diwakafkan pada Imam Bagot Ternate pada 1185 H/1772 M



13    Dalam buku Reid tahun 1992: 97, dilaporkan oleh Francis Drakke (1580): “Pakaian benang emas yang mewah, perhiasan-perhiasan dari emas dan kalung raksasa dari emas murni ….” Demikian kesan Drakke untuk menggambarkan kemewahan sosok penampilan elite kerajaan.
14  Dalam Kumpulan Makalah Diskusi Ternate sebagai Bandar di Jalur Sutera,  oleh Ambary yang berjudul Persebaran dan Signifikasi Tinggalan Arkeologi di Ternate, Maluku Utara. Halaman 12, tahun 1997. Dikutip dari buku Ambary, Hasan Muarif. 1980. Some Notes on the Discovery of the Archaeological Evidence at Ternate, “Aspect of Indonesian Archaeology, vol. 10. Jakarta: Puslit Arkenas.
Dan lain-lain15
Koleksi senjata ada yang buatan lokal dan asing (Portugis, Belanda, Inggris), termasuk meriam-meriam berukuran kecil dan sedang berikut peluru bulatnya. Yang buatan lokal umumnya pedang, golok, dan tombak, tetapi ada pula jenis yang sama yang non lokal.





























15  Dalam Kumpulan Makalah Diskusi Ternate sebagai Bandar di Jalur Sutera,  oleh Ambary yang berjudul Persebaran dan Signifikasi Tinggalan Arkeologi di Ternate, Maluku Utara. Halaman 12, tahun 1997. Dikutip dari buku Sodrie, A.Cholid . 1983. Naskah Penyerta dalam Al Quran Kuna di Ternate, Rapat Evaluasi Hasil Penelitian Arkeologi I-1982. Jakarta: Puslit Arkenas, 417-442.
DAFTAR RUJUKAN

Andi Atjo, Rulis. 1989. Peninggalan Sejarah Masa Lampau di Pulau Ternate. Makalah: Ambon.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. TERNATE SEBAGAI BANDAR DI JALUR SUTRA: Kumpulan Makalah Diskusi. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Direktori masjid Bersejarah. 2008. Departemen Agama RI, Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Urusan Agama Islam dan pembiaan Syari’ah: Jakarta.

Huda Nur. 2007. Islam Nusantara Ar-ruzz. Yogyakarta: Media.

Marwati Djoened Poesponegoro & Nugroho Notosusanto (Peny). 1984. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka.

Reid Anthony. 1992. Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680, Jilid I. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

TKS-DITJENBUD. 1995. “Istana Kesultanan Ternate,” Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara VI. Jakarta: Depdikbud.

Vie Haluchard. 2012. Ternat Island, (online), (file:///D:/fd%20new/SIMI%20GAMBAR/ternate-tourisem-obyek.html), diakses 16 Desember 2012.

Wikipedia. 2009. Masjid Sultan Ternate, (online), (file:///D:/fd%20new/SIMI%20GAMBAR/Masjid_Sultan_Ternate.htm), diakses 10 Februari 2009.

Zuhairini dkk. 2006. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.